Jumat, 06 Juni 2014

Walhi desak perusahaan reklamasi lahan bekas tambang

Pewarta: Agus
Kendari (ANTARA News) - Aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tenggara, meminta sejumlah perusahaan di daerah itu untuk mereklamasi lahan-lahan bekas yang saat ini masih dibiarkan menganga lebar.
WALHI (walhi-or.id)


Aktivis Walhi menyampaikan permintaan tersebut melalui aksi unjuk rasa dalam rangka memperingati hari lingkungan hidup sedunia di lapangan MRQ Kendari, Jumat.

"Kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan di daerah ini sudah cukup memprihatinkan," kata Merlin, saat menyampaikan orasinya di dalam aksi unjuk rasa puluhan aktivis Walhi tersebut.

Karena itu teriak Merlin, perusahaan-perusahaan tambang yang sudah menghancurkan lingkungan di daerah ini, segera melakukan reklamasi terhadap lahan-lahan bekas tambang yang sudah rusak itu sehingga kondisi lingkungan bisa pulih kembali.

"Oleh karena mereklamasi lahan-lahan bekas tambang itu merupakan kewajiban perusahaan, maka pemerintah daerah sebagai pemberi IUP, harus berani memaksa pihak perusahaan agar menunaikan kewajibannya sesuai ketentuan undang-undang," kata Merlin yang juga Ketua Koalisi Perempuan Indonesia itu.

Keterangan serupa juga disampaikan aktivis Walhi lainnya, Hartono yang ikut dalam aksi unjuk rasa tersebut.

Menurut dia, di wilayah Sultra ada sekitar 300 perusahaan pemegang IUP yang saat ini membiarkan lahan-lahan bekas tambangnya menganga.

"Kalau ratusan perusahaan tambang itu tidak mau mereklamasi lahan bekas tambangnya, pemerintah harus berani membekukan izin usaha dari perusahaan dan mengembalikan lahannya kepada negara," katanya.

(KR-ASA)

Editor: Ella Syafputri
COPYRIGHT © 2014

Rabu, 04 Juni 2014

BLH ancam tindak pelaku usaha rusak lingkungan

Pontianak (ANTARA News) - Badan Lingkungan Hidup (BLH) mengancam akan menindak tegas para pelaku usaha yang merusak lingkungan hidup dalam menjalankan usahanya di Kabupaten Sintang.
Dokumen foto kelompok burung kuntul putih (Egretta alba sp.) di hutan manggrove menjelang matahari terbenam di Desa Alue Naga, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh. (ANTARA/Ampelsa)


"Kami ingatkan kepada pelaku-pelaku usaha agar menjaga kelestarian ekosistem, jangan coba-coba tidak mematuhi analisis dampak lingkungan, kami akan tindak tegas," kata Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan BLH Kabupaten Sintang, Junaidi, Rabu.

Junaidi menjelaskan kerusakan lingkungan saat ini sudah mengglobal, seperti di Kabupaten Sintang saja bisa dilihat kerusakan lingkungan yang terjadi baik di bibir sungai maupun di sungainya sendiri.

"Ini akibat dari aktivitas pertambangan emas tanpa izin (Peti), penggundulan hutan, pembukaan perkebunan dan pembangunan permukiman oleh masyarakat yang hingga ke bibir sungai, yang berdampak bagi pendangkalan sungai," ujarnya.

Menurut dia tugas BLH hanya mengawasi aktivitas pelaku usaha yang telah memiliki izin agar tidak merusak lingkungan. Sementara untuk aktivitas yang belum memiliki izin seperti Peti menjadi kewenangan aparat keamanan untuk menindaknya

Akibat semakin maraknya aktivitas Peti, saat ini sungai-sungai mengalami erosi, sehingga sungai di Kabupaten Sintang menjadi keruh.

Maraknya Peti dan pembukaan lahan untuk perkebunan sawit punya andil besar terhadap pencemaran air sungai di Sintang, katanya.

"Kalau itu terus terjadi, Sintang terancam krisis air bersih. Karena erosi ini akan berdampak pada menghilangnya mata air dan menurunnya kualitas air," kata Junaidi.

Hasil penelitian BLH Kabupaten Sintang, air sungai Sintang sudah terkena erosi akibatnya warnanya keruh sekali sehingga tidak layak konsumsi.

"Kondisi ini menjadi persoalan kabupaten yang harus ditangani dengan serius karena bisa menyebabkan Sintang krisis air bersih dikemudian hari," katanya.

(A057)

Editor: Ella Syafputri
COPYRIGHT © 2014